Selasa, 08 November 2011

DAYA KECAMBAH DAN INDEKS VIGOR

I.   PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
Sejak zaman pra-sejarah, manusia telah mengetahui bahwa daya kecambah benih semakin menurun sejalan dengan bertambahnya umur benih. Vigor di sini dihubungkan dengan kekuatan benih atau kekuatan berkecambah, kemampuan benih untuk menghasilkan perakaran dan pucuk yang kuat pada kondisi yang tidak menguntungkan serta bebas dari serangan mikroorganisma (Justice dan Louis, 1990). 

Kuswanto (1996) menyatakan bahwa pengujian viabilitas benih dipakai untuk menilai suatu benih sebelum dipasarkan atau membandingkan antara seed lot karena viabilitas merupakan gejala pertama yang tampak pada benih yang menua. Pengujian ini dipakai sebagai salah satu dasar penghitungan kebutuhan benih untuk usaha tani. Persentase viabilitas merupakan salah satu nilai yang dicantumkan dalam sertifikat yang nilainya mempunyai batas minimal agar benih tersebut bisa memperoleh sertifikat yang sesuai dengan kelas benih. Pada pengujian viabilitas yang dinilai adalah pertumbuhan dari akar, batang, dan daun dari kecambah yang dihasilkan dan perhitungan dilakukan sampai batas tertentu sesusai ketentuan ISTA.
Kualitas benih digolongkan menjadi tiga macam, yaitu kualitas genetik, fisiologis, dan kualitas fisik. Pengujian viabilitas dilakukan untuk mengetahui kualitas fisiologis yang berkaitan dengan kemampuan benih untuk berkecambah dan dengan membiasakan index matematis terhadap perkecambahan dapat mudah untuk menggambarkan kualitas benih yang dapat diterima oleh seluruh konsumen. Rumus yang dipakai untuk mengetahui daya kecambah suatu benih ialah: jumlah benih yg berkecambah 7 hari/benih yang di kecambahkan x 100%

B.     Tujuan   
Membiasakan dengan konsep index matematis vigor benih.

II.TINJAUAN PUSTAKA
Kuswanto (1997) menyatakan bahwa benih dikatakan berkecambah jika dari benih tersebut telah muncul plumula dan radikula dari embrio. Menurut Justice dan Louis (1990), pada uji daya kecambah, benih dikatakan berkecambah bila dapat menghasilkan kecambah dengan bagian-bagian yang normal atau mendekati normal.
Perubahan katabolik terus berlangsung sejalan dengan semakin tuanya benih dan kemampuan benih untuk berkecambah juga menurun. Penurunan daya kecambah yang terukur, tidak segera terjadi setelah kemasakan tercapai. Pada kondisi penyimpanan yang menguntungkan, awal kemunduran mungkin terjadi beberapa bulan atau beberapa tahun, tergantung pada kondisi penyimpanan, macam benih, serta kondisi penyimpanan sebelumnya. Perkecambahan benih merupakan salah satu kriteria yang berkaitan dengan kualitas benih dan di pihak lain perkecambahan benih juga merupakan salah satu tanda dari benih yang telah mengalami proses penuaan (Kuswanto, 1997).
Kehilangan vigor dapat dianggap sebagai suatu tahap perantara dari kehidupan benihnya, yaitu yang terjadi antara awal dan akhir proses kemunduran. Kemunduran vigor sangat sulit untuk diukur. Metode yang dapat digunakan untuk mengukur vigor adalah metode yang berdasarkan pengukuran yang berhubungan dengan daya kecambah (Justice dan Louis, 1990).
Menurut Kuswanto (1996), metode pengujian vigor benih dapat dibagi menjadi 2 jenis pengujian, yaitu:
1.      Pengujian langsung
Pada pengujian ini benih dikecambahkan dalam kondisi yang menyerupai keadaan di lapangan. Kelamahan metode ini terletak pada suhu pengujian yang dibuat standar.

2.      Pengujian tidak langsung
Benih dikecambahkan dan yang diamati adalah pertumbuhan plumula dan radikula.
Grow rate merupakan metode pengujian tidak langsung, metode ini yang diukur adalah kecepatan perkecambahan. Kecepatan berkecambah dapat dinyatakan dengan index-vigor yang merefleksikan jumlah benih yang berkecambah pada interval satu hari setelah berkecambah.

Vigor benih dalam hitungan viabilitas absolute merupakan indikasi viabilitas benih yang menunjukkan benih kuat tumbuh di lapang dalam kondisi yang suboptimum. Tolok ukur kecepatan tumbuh mengindikasikan vigor kekuatan tumbuh karena benih yang cepat tumbuh lebih mampu menghadapi kondisi lapang yang suboptimum. Kecepatan tumbuh benih diukur dengan jumlah tambahan perkecambahan setiap hari (Sadjad, 1993).
Pada benih yang vigor pada perhitungan pertama akan didapatkan jumlah kecambah yang banyak. Kecepatan perkecambahan adalah jumlah benih yang berkecambah setiap hari dan dibagi dengan jumlah hari yang dibutuhkan untuk perkecambahan.



III.       BAHAN DAN ALAT
A.    Bahan:
  1. Benih padi lama dan baru (dalam masa pakai).
  2. Benih jagung lama dan baru (dalam masa pakai).
  3. Aquadest
B.     Alat:
1.      Petridish.
2.      Kertas merang.
3.      Sprayer.

IV.       PROSEDUR KERJA
1.      Mengambil benih padi dan jagung yang lama dan baru masing-masing 100 butir.
2.      Mengecambahkan dari masing-masing 100 benih dengan ulangan 4 kali pada media kertas merang dan mengamatinya selama 7 hari.
3.      Menjaga kelembaban substrat kertas merang dengan menyemprotnya secara teratur menggukan aquadest.
4.      Mengambil dan menghitung benih yang berkecambah setiap hari (kriteria benih diambil adalah bila panjang akar telah lebih dari 5 mm).
5.      Menghitung daya kecambah, index vigor dan coeficient vigor dari masing-masing benih.
6.      Melakukan sharing data dengan kelompok lain dan melakukan uji t untuk menarik kesimpulan.

V.HASIL PENGAMATAN
A.    Padi
Contoh
Benih
Pengamatan hari ke-
IV
CV
DK
1
2
3
4
5
6
7
Lama
-
-
-
-
-
2
1
3
0,48
15,79
3%
Baru
-
-
5
38
30
23
4
100
21,57
20,71
100%


B.     Jagung
Contoh
Benih
Pengamatan hari ke-
IV
CV
DK
1
2
3
4
5
6
7
Lama
-
-
16
29
10
15
4
74
17,65
22,29
74%
Baru
-
40
36
14
3
3
-
96
36,6
34,66
96%


VI.       PEMBAHASAN
Pengujian daya kecambah dan index vigor benih padi dan jagung lama dan baru (dalam masa pakai) dilakukan dengan metode uji diatas kertas (UDK). Kertas yang digunakan adalah kertas merang. Menurut Sadjad (1993), kertas merang berwarna kuning kecoklatan memiliki daya absorpsi air yang tinggi seperti lazimnya kertas saring, dan harganya murah. Kelebihan substrat kertas dari pasir ialah praktisnya dalam mendapatkan kondisi yang terkontrol, dan jauh lebih sedikitnya ruang yang diperlukan untuk penempatan materi yang diuji.
Penarikan kesimpulan untuk uji daya kecambah, index vigor dan coeficient vigor dari masing-masing perlakuan menggunakan uji t. Hasil pengujian daya kecambah padi dan jagung menunjukkan umur (jangkauan umur) benih berpengaruh terhadap daya perkecambahan, dimana benih baru mempunyai daya kecambah lebih baik dari pada benih lama. Menurut Kuswanto (1996), jangkauan umur benih merupakan sifat genetis dan dipengaruhi oleh faktor lingkungan selama proses pembentukan benih, prosesing, dan penyimpanan.  
Benih padi lama memiliki daya kecambah 3%, sedangkan benih padi baru daya kecambahnya 100%. Benih jagung lama daya kecambahnya 74%, sedangkan benih jagung baru memiliki daya kecambah 96%. Benih padi lama banyak yang tidak berkecambah yang mungkin dipengaruhi sifat genetis atau dikarenakan kondisi lingkungan yang tidak sesuai, prosesing, dan penyimpanan. Sadjad (1983) menyatakan, viabilitas benih dalam hitungan persentase perkecambahan yang standar yang dicapai dengan mengecambahkan pada media yang standar, lingkungan perkecambahan dengan standar optimum, dan hitungan periode optimum perkecambahan yang standar pula. Dalam kondisi serba distandarisasi itu benih dinilai mutu fisiologinya. Apabila benih menunjukkan 95 % perkecambahan dalam kondisi itu maka benih memiliki viabilitas 95% atas dasar ukuran standar yang dapat digunakan untuk membandingkan antar perlakuan.
Hasil pengujian indeks vigor padi dan jagung menunjukkan indeks vigor benih baru lebih baik daripada benih lama. Benih baru lebih cepat dan lebih banyak berkecambah daripada benih lama.  Benih padi lama memiliki indek vigor 0,48 sedangkan benih padi baru indek vigornya 21,57. Benih jagung lama indek vigornya 17,65 sedangkan benih jagung baru memiliki indek vigor 36,6. Justice dan Louis (1990) menyatakan bahwa sewaktu membuat pengujian daya kecambah pada benih simpan, salah satu indikasi pertama dari kemunduran adalah penurunan vigor kecambah yang terlihat dari penurunan laju perkecambahan serta dihasilkannya kecambah-kecambah yang lemah atau berair dan kecambah berakar kecil.
Hasil pengujian coefisient vigor padi dan jagung menunjukkan coefisient vigor benih baru lebih baik daripada benih lama. Benih padi lama memiliki coefisient vigor 15,79 sedangkan benih padi baru coefisient vigornya 20,7. Benih jagung lama coefisient vigornya 22,29 sedangkan benih jagung baru memiliki coefisient vigor 34,66. Menurut Sadjad (1993), umumnya pengamatan perkecambahan dalam uji daya berkecambah dilakukan dua kali masing-masing pada hari ketiga dan kelima sesudah penanaman. Maksudnya agar kondisi dalam kertas dapat dioptimasi, dihindarkan dari benih yang membusuk, atau dari yang tumbuh terlalu kuat. Benih yang sudah tumbuh normal sesuai ukuran yang sudah dibakukan diambil dan dihitung. Umumnya kenormalan ditentukan berdasar ketegaran struktur tumbuh yang terdiri dari akar primer, akar seminal sekunder, hipokotil, kotiledon, dan daun pertama yang tumbuh didalamnya. Jumlah kecambah normal dihitung dalam persen terhadap semua benih yang ditanam dan menjadi gambaran persentase tanaman yang mampu tumbuh secara normal di lapang yang berkondisi optimum. Kecambah abnormal itu dicatat juga jumlahnya, demikian pula yang mati untuk menghitung jumlah total benih yang diuji. Benih yang abnormal dianggap tidak berpotensi tumbuh di lapang, sama nilainya dengan yang mati.

VII.    SIMPULAN DAN SARAN
A.    Simpulan
1.      Metode yang paling umum untuk mengekspresikan vigor bibit, ialah dengan kecepatan berkecambahnya.
2.      Benih baru memiliki daya kecambah, index vigor dan coeficient vigor lebih baik daripada benih lama.
3.      Benih jagung lama memiliki daya kecambah lebih baik daripada benih padi lama, sedangkan benih jagung baru dan benih padi baru daya kecambahnya hampir sama.
4.      Benih lama lebih banyak yang tidak berkecambah yang mungkin dipengaruhi oleh sifat genetis atau dikarenakan kondisi lingkungan yang tidak sesuai, prosesing, dan penyimpanan.
B.     Saran
1.      Pemberian air pada media harus benar-benar diperhatikan, karena jika terlalu basah menyebabkan benih cepat busuk dan jika terlalu kering benih tidak tumbuh.
2.      Benih yang digunakan untuk praktikum seharusnya benih yang benar-benar bebas dari hama gudang, sehingga hasil yang diperoleh lebih akurat.












DAFTAR PUSTAKA

Justice, O.L., dan Louis, N.B. 1990. Prinsip Dan Praktek Penyimpanan Benih. Rajawali, Jakarta. 446 hal.
Kuswanto, H. 1997. Analisis Benih. Andi, Yogjakarta.140 hal.
Sadjad, S. 1993. Dari Benih Kepada Benih. Grasindo, Jakarta. 144 hal.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar