I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang mempunyai jumlah penduduk yang sangat besar. Sebagian besar penduduk Indonesia mengkonsumsi tempe dan tahu yang berbahan dasar kedelai, dan kedelai merupakan sumber protein yang lebih murah dibandingkan daging. Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk maka permintaan kedelai akan meningkat. Oleh karena itu, untuk mencukupi kebutuhan kedelai, produksi tanaman kedelai harus selalu ditingkatkan.
Permintaan kedelai nasional terus meningkat setiap tahun, yaitu dari 750 ribu ton tahun 1980 menjadi 2.333 juta ton tahun 1990, permintaan tahun 2005 6.110 juta ton dan permintaan pada tahun 2010 mencapai 9.020 juta ton. Permintaan akan kedelai diperkirakan akan akan terus meningkat sampai tahun 2011. Besarnya permintaan kedelai ini belum dapat dipenuhi jika hanya mengandalkan produksi dalam negeri, sehingga harus mengimport dari luar negeri. Hal ini terbukti dari angka impor yang cukup tinggi untuk pemenuhan kebutuhan, kedelai sebanyak 1,2 juta ton per tahun (Majalah Poultry Indonesia, 2008). Oleh karena itu upaya peningkatan produksi kedelai baik dengan cara intensifikasi dan ektensifikas harus terus dilakukan, untuk mengurangi ketergantungan pada kedelai impor (Sudjudi et al., 2005).
Pemerintah telah mencanangkan untuk memperluas pengembangan kedelai dengan memanfaatkan lahan berpotensi, baik di Jawa maupun di luar Jawa dalam upaya untuk mengurangi beban impor dan mengantipasi permintaan yang terus meningkat di masa mendatang. Ada sekitar 12 juta hektar areal panen kedelai setiap tahun dan 56% diantaranya terdapat di pulau Jawa dan sekitar 69% dibudidayakan di lahan sawah, namun demikian luas lahan baku sawah di Pulau Jawa tiap tahun terus menurun akibat perubahan fungsi penggunaan di luar pertanian (Rahayu et al., 2007).
Para pengguna kedelai nampaknya harus bersiap-siap untuk mengimpor kedelai dalam jumlah yang lebih besar. Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan produksi kedelai tahun 2010 ini diperkirakan sebesar 905.020 ton, turun 69.500 ton (7,13%) dibandingkan produksi kedelai tahun 2009 lalu.
Penurunan produksi kedelai ini diperkirakan terjadi akibat menurunnya luas panen sebesar 50.550 hektar (6,99%) dan penurunan produktivitas sebesar 0,02 kuintal/hektar(0,15%).
Berdasarkan data yang dikeluarkan BPS, penurunan produksi kedelai terjadi pada periode Januari - April sebesar 47.210 ton (15,94%), dan periode Mei - Agustus sebesar 30.930 ton (8,64%). Sementara itu, untuk periode September - Desember diperkirakan mengalami kenaikan sekitar 8.640 ton (2,69%). Penurunan produksi tersebut disebabkan oleh beberapa hal, yaitu a) masa tanam kedelai pada tahun 2010 mengalami keterlambatan dibandingkan masa tanam biasanya, b) perubahan cuaca dan musim, sehingga musim hujan lebih panjang daripada musim kemarau, dan c) berkurangnya luas lahan tanam kedelai.
Penurunan produksi kedelai ini diperkirakan terjadi akibat menurunnya luas panen sebesar 50.550 hektar (6,99%) dan penurunan produktivitas sebesar 0,02 kuintal/hektar(0,15%).
Berdasarkan data yang dikeluarkan BPS, penurunan produksi kedelai terjadi pada periode Januari - April sebesar 47.210 ton (15,94%), dan periode Mei - Agustus sebesar 30.930 ton (8,64%). Sementara itu, untuk periode September - Desember diperkirakan mengalami kenaikan sekitar 8.640 ton (2,69%). Penurunan produksi tersebut disebabkan oleh beberapa hal, yaitu a) masa tanam kedelai pada tahun 2010 mengalami keterlambatan dibandingkan masa tanam biasanya, b) perubahan cuaca dan musim, sehingga musim hujan lebih panjang daripada musim kemarau, dan c) berkurangnya luas lahan tanam kedelai.
Upaya meningkatkan produksi kedelai nasional dapat ditempuh dengan tiga pendekatan yaitu 1) peningkatan produktivitas, 2) peningkatan intensitas tanam dan 3) perluasan areal tanam. Upaya peningkatan produktivitas dapat ditempuh melalui perbaikan varietas, perbaikan teknik budidaya dan menekan kehilangan hasil melalui perbaikan sistem panen dan pasca panen. Peningkatan intensitas tanam dengan menanam kedelai berturut-turut ditengarai kurang baik karena ada efek alelopati terhadap tanaman kedelai yang kedua (Tim Balai Penelitian Tanah Bogor, 2002). Adapun perluasan areal tanam dapat dilakukan dengan pemanfaatan lahan-lahan marjinal.
Salah satu yang termasuk lahan marginal adalah lahan pasir. Selama ini penanganan lahan pasir masih relatif kurang. Hal ini disebabkan terbatasnya jenis tanaman yang dapat diusahakan. Tanaman yang dapat tumbuh pada lahan pasir umumnya tanaman yang untuk perkembangannya memerlukan tekstur tanah yang gembur. Meskipun demikian produktivitas dari lahan ini sangat rendah sehingga produksi tanaman pun menjadi sangat rendah pula.
Indonesia memiliki daratan seluas 188,2 juta ha, yang terdiri atas 148 juta ha lahan kering dan 40,2 juta ha lahan basah (Puslittanak, 2001). Lahan kering yang sesuai untuk budidaya pertanian hanya sekitar 76,2 juta ha, sebagian besar terdapat di dataran rendah (70,7 juta ha), dan sisanya di dataran tinggi. Di wilayah dataran rendah, lahan yang datar-bergelombang (lereng <15%) tergolong sesuai untuk pertanian tanaman pangan, dan luasnya sekitar 23,3 juta ha. Pada lereng antara 15-30%, lahan kering tersebut lebih baik diarahkan untuk tanaman tahunan (47,5 juta ha), agar bahaya erosi dapat dihindari Di dataran tinggi yang elevasinya > 700 m, lahan yang sesuai untuk tanaman pangan hanya sekitar 2,1 juta ha, sedangkan yang lainnya sesuai untuk tanaman tahunan dengan luas sekitar 5,5 juta ha.
Sebagian besar lahan kering (77 %) berlereng > 3 % dengan topografi datar, agak berombak, bergelombang, berbukit sampai bergunung. Sedangkan lahan datar (lereng < 3 %), sekitar 42,6 juta ha (Subagyo et al., 2000), kurang dari seperempat wilayah Indonesia. Secara umum, lahan berlereng (> 3 %) di setiap pulau di Indonesia lebih luas dari lahan datar (< 3 %). Di Pulau Jawa lahan berlereng mencapai 10,8 juta ha, sedangkan lahan datar hanya 2,4 juta ha. Di Pulau Sumatera, lahan berlereng mencapai 33,7 juta ha, lahan datar 13,5 juta ha. Padahal kedua pulau tersebut memiliki iklim basah, dengan hujan > 2000 mm/tahun, sehingga bahaya erosi tergolong besar, dan telah menyebabkan degradasi lahan yang cukup berat dan menyebar luas.
Selain masalah lereng, faktor lain yang berpengaruh juga adalah rendahnya kesuburan tanah, sehingga produktivitas lahan relatif rendah. Sebagai contoh: (a) hasil panen padi gogo saat ini antara 2-3 t/ha, padahal potensinya 4-5 t/ha, (b) hasil kedelai antara 0,60-2,0 t/ha, sedangkan di tingkat penelitian antara 1,70-3,20 t/ha (Subandi, 1998), Hal ini mengindikasikan bahwa produksi bahan pangan tersebut masih dapat ditingkatkan dengan penerapan teknologi inovasi yang tepat. Selain meningkatkan produktivitas lahan, peluang lain yang dapat dimanfaatkan adalah membudidayakan lahan terlantar, yang luasnya sekitar 13,8 juta ha (Abdurachman et al, 2008)
Secara umum, permasalahan dalam pengelolaan lahan kering sangat bervariasi dari satu wilayah ke wilayah lainnya, baik permasalahan teknis maupun sosial-ekonomis. Permasalahan tersebut antara lain: (a) miskin kadar hara dan bahan organik, (b) tingkat pH rendah, (c) lahan berlereng, sehingga rentan proses erosi, (d) kekurangan air, dan (e) lahan garapan sempit, kurang dari 0,5 ha/keluarga.
Usaha-usaha dan penelitian untuk menemukan varietas unggul dapat ditempuh dengan beberapa cara yaitu:
1. Introduksi atau mendatangkan varietas/bahan seleksi dari luar negeri
2. Mengadakan seleksi galur terhadap populasi yang telah ada seperti varietas lokal atau varietas dalam koleksi
3. Mengadakan program pemuliaan dengan persilangan, mutasi atau teknik mandul jantan (Kartowinoto, 1991).
Upaya yang dapat dilakukan agar kedelai dapat tumbuh dengan baik yaitu dengan cara pengaturan jarak tanam. Jarak tanam yang teratur membuat tanaman akan dapat ruang tumbuh yang seragam, sehingga proses pengambilan bahan makanan oleh tanaman akan sama dan dapat mempermudah penyiangan, jarak tanam yang berbeda mempengaruhi populasi tanaman, keefisienan penggunaan cahaya, dan kompetisi dalam penggunaan air dan hara. Pada pertanaman kedelai, populasi tanaman akan mempengaruhi tinggi tanaman, jumlah cabang dan polong isi. Hasil kedelai yang di tanam dengan jarak tanam rapat tidak jauh berbeda dengan hasil kedelai dengan jarak tanam renggang. Tetapi, jarak tanam akan berpengaruh terhadap biji yang dihasilkan. Jarak tanam yang rapat menghasilkan biji yang lebih banyak dibandingkan dengan jarak tanam yang reggang. Jarak tanam secara nyata juga mempengaruhi berat biji, dimana biji kedelai yang ditanam pada jarak tanam rapat memiliki bobot yang lebih berat.
Populasi rendah biasanya menghasilkan peningkatan cabang dan buku yang berubah per tanaman. Pada tingkat populasi rendah, hasil menurun disebabkan karena kurangnya jumlah tanaman, namun pada populasi tinggi hasil menurun karena kompetisi yang ekstrim antara tanaman. Peningkatan populasi akan menyebabkan tanaman lebih panjang dan polong paling bawah juga memanjang serta berpengaruh pada jumlah buku per tanaman, jumlah biji per tanaman dan ukuran biji. Pengaruh peningkatan populasi menyebabkan batang lunak dan memudahkan tanaman roboh. Tanaman roboh menyebabkan hasil fotosintat dan kualitas biji rendah serta sulit dipanen.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa jarak tanam terlalu rapat akan menyebabkan tinggi tanaman semakin tinggi dan secara nyata berpengaruh pada jumlah cabang dan luas daun. Hal tersebut mencerminkan bahwa pada jarak tanam rapat terjadi kompetisi dalam penggunaan cahaya yang mempengaruhi pula pengambilan unsur hara, air dan udara. Budidaya tanaman pada musim kering dengan jarak tanam rapat akan berakibat pada pemanjangan ruas karena jumlah cahaya mengenai tubuh tanaman berkurang. Akibat lebih jauh terjadi peningkatan aktifitas auksin sehingga sel-sel tumbuh memanjang. Kompetisi cahaya terjadi apabila suatu tanaman menaungi tanaman lain atau apabila suatu daun memberi naungan pada daun lain. Tanaman yang saling menaungi akan berpengaruh pada proses fotosintesis. Dengan demikian tajuk-tajuk tumbuh kecil dan kapasitas pengambilan unsur hara serta air menjadi berkurang.
Daun tanaman sebagai organ fotosintesis sangat berpengaruh pada fotosintat. Fotosintat berupa gula reduksi digunakan sebagai sumber energi untuk tubuh tanaman (akar, batang, daun) serta diakumulasikan dalam buah, biji atau organ penimbun yang lain (sink). Hasil fotosintesis yang tertimbun dalam bagian vegetatif sebagian dimobilisasikan ke bagian generatif (polong). Fotosintat di bagian vegetatif tersimpan dalam berat kering brangkasan dan di polong tercermin dalam berat kering biji. Berat kering biji tanaman kacang hijau yang ditanam dengan jarak tanam renggang ternyata lebih tinggi beratnya (Sutanto, 2002).
B. Perumusan Masalah
Kedelai mempunyai potensi yang besar sebagai sumber utama protein bagi masyarakat Indonesia. Sebagai sumber protein yang tidak mahal, kedelai telah lama dikenal dan dipakai dalam beragam produk makanan, seperti tahu, tempe, tauco, dan kecap. Konsumsi kedelai menyediakan gizi protein yang sama banyak dibandingkan dengan produkmakanan hewani.
Kebanyakan daerah penghasil utama kedelai di Jawa terletak di bagian yang lebih kering, dengan curah hujan 1.500-2.100 mm setiap tahun dengan 5-6 bulan kering (bulan bercurah-hujan kurang dari 100 mm) (Naito et al. 1983). Sumarno (1984) memperkirakan bahwa 60% dari kedelai di Jawa ditanam di sawah setelah padi, dan 40% sisanya ditanam di lahan kering. Lebih banyak kedelai (dan kacang-kacangan lain) dapat diproduksi dengan menanam di luar musim dengan sistem non-tradisionil, tumpangsari, dan penanaman di lahan marjinal.
Salah satu yang termasuk ke dalam lahan marginal adalah lahan pasir, upaya meningkatkan produktivitas lahan pasir diperlukan usaha pengkajian yang mendalam khususnya untuk meningkatkan produktivitas tanaman dan keanekaan tanaman yang dapat diusahakan. Disamping itu, lahan pasir adalah suatu jenis tanah yang sangat porus dan miskin unsur hara sehingga penggunaan lahan jenis ini untuk keperluan budidaya tanaman harus dilakukan penambahan pupuk kandang atau bahan-bahan lain yang berfungsi sebagai pengikat air dan sebagai sumber unsur hara bagi tanaman.
Upaya peningkatan hasil produksi kedelai terus dilakukan oleh pemerintah, salah satunya dengan mengadakan seleksi hasil persilangan galur terhadap populasi yang telah ada seperti varietas lokal, adapun galur-galur yang akan diseleksi dan diuji coba merupakan galur-galur berumur genjah dan berbiji besar.
Galur yang akan digunakan untuk penelitian ini adalah 6 genotip yang terdiri dari 3 galur (L/S:B6-1, L/S:B6-3, L/S:B6-4) dan 3 varietas (Agromulyo, Grobogan, Burangrang).
Berdasarkan deskripsi kultivar dan galur tanaman kedelai dan manfaat yang diperoleh dengan jarak tanam yang berbeda di lahan pasir, terdapat beberapa permasalahan yang perlu dikaji, yaitu :
1. Bagaimana pertumbuhan dan hasil beberapa genotip kedelai di lahan pasir pantai?
2. Bagaimana pengaruh jarak tanam terhadap pertumbuhan dan hasil beberapa genotip kedelai di lahan pasir pantai?
3. Adakah interaksi antara beberapa genotip kedelai yang dicoba dengan jarak tanam yang berbeda di lahan pasir pantai?
C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui pertumbuhan dan hasil beberapa genotip kedelai yang dicoba di lahan pasir pantai.
2. Mengetahui pengaruh jarak tanam terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai di lahan pasir pantai.
3. Mengetahui jarak tanam yang tepat untuk memperoleh pertumbuhan dan hasil terbaik beberapa genotip kedelai di lahan pasir pantai.
D. Manfaat Penelitian
1. Memberi informasi mengenai pertumbuhan dan hasil beberapa genotip kedelai yang di tanam pada lahan pasir pantai.
2. Memberikan informasi jarak tanam terbaik untuk beberapa genotip kedelai yang ditanam pada lahan pasir pantai.
3. Sebagai bahan informasi untuk penelitian selanjutnya.
II. KERANGKA PEMIKIRAN
A. Landasan Pemikiran
Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai jenis liar Glycine ururiencis, merupakan kedelai yang menurunkan berbagai kedelai yang kita kenal sekarang (Glycine max (l) Merril). Di Indonesia, yang dibudidayakan mulai abad ke-17 sebagai tanaman makanan dan pupuk hijau. Penyebaran tanaman kedelai ke Indonesia berasal dari daerah Manshukuo menyebar ke daerah Mansyuria: Jepang (Asia Timur) dan ke negara-negara lain di Amerika dan Afrika.
Dilihat dari hubungan kekerabatannya dalam dunia tumbuhan, tanaman kedelai dapat disusun klasifikasinya mulai dari kingdom, phylum, kelas, sub kelas, ordo, famili, genus, dan species. Sistematika (taksonomi) tumbuhan, kedudukan kedelai diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Plantarum
Phyllum : Spermatophyta
Kelas : Angiospermae
Sub kelas : Dicotyledonae
Ordo : Polypetales
Famili : Papilionaceae (Leguminoceae)
Genus : Glycine
Spesies : Glycine max L.
Penyempitan lahan pertanian menyebabkan keterbatasan lahan garapan oleh petani, sehingga petani sulit atau tidak dapat membuat diversifikasi lahan dan atau tanaman pangan. Akibatnya, tanaman pangan itu rentan terhadap ancaman ragam musim dan siklus tahunan yang tidak menentu. Ancaman gagal panen terhadap satu jenis tanaman pangan berakibat fatal, sehingga terjadi penurunan produksi sebagai akibat dari penyempitan lahan itu sendiri. Produksi pangan menurun, maka untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat, dibutuhkan pasokan pangan dari luar (dibeli atau diberi), yang sangat ditentukan oleh fluktuasi pasar dan situasi politik (dari dalam atau dari luar) (Ofong, 2007).
Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produksi kedelai di lahan pasir dapat dilakukan melalui penggunaan kultivar dan galur kedelai berumur genjah serta pengaturan jarak tanam. Menurut Sumarno (1985), salah satu upaya untuk meningkatkan produktivitas kedelai adalah penggunaan varietas unggul. Untuk memperoleh varietas unggul dapat dilakukan melalui program pemuliaan tanaman.
Varietas unggul memegang peranan penting dalam upaya meningkatkan produksi kedelai. Sifat utama yang diinginkan dari suatu varietas unggul kedelai adalah memiliki daya hasil yang tinggi, selain memiliki sifat baik lainnya seperti batang kokoh, tidak mudah rebah, umur genjah, polong tidak mudah pecah, dan kualitas biji yang baik. Penggunaan varietas yang adaptif dengan potensi hasil yang tinggi merupakan satu alternatif untuk meningkatkan produksi kedelai (Azwir dan Tanjung, 1991).
Tanaman kedelai merupakan sumber protein yang besar artinya untuk kesehatan dan perkembangan manusia terutama bagi negara yang konsumsi protein hewaninya masih rendah. Penentuan jarak tanaman tergantung pada daya tumbuh benih, keuburan tanah, musim dan varietas yang ditanam. Benih yang daya tumbuhnya agak rendah perlu ditanam dengan jarak tanam yang lebih rapat. Jarak tanam yang agak renggang lebih menguntungkan pada tanah yang subur. Varietas yang banyak bercabang seperti Wilis, jarak tanam yang lebih renggang akan menyebabkan hasil lebih baik. Tanah yang tandus atau varietas yang batangnya tidak bercabang, lebih sesuai digunakan dengan jarak tanam yang agak rapat. Pertanaman pada musim kemarau yang diperkirakan akan kekurangan air, perlu ditanam pada jarak tanam yang lebih rapat. Keuntungan menggunakan jarak tanam rapat antara lain : (a) sebagai benih yang tidak tumbuh atau tanaman muda yang mati dapat terkompensasi, sehingga tanaman tidak terlalu jarang, (b) permukaan tanah dapat segera tertutup sehingga pertumbuhan gulma dapat ditekan, dan (c) jumlah tanaman yang tinggi diharapkan dapat memberikan hasil yang tinggi pula.
Sebaliknya jarak tanam yang terlalu rapat mempunyai beberapa kerugian yakni : a) polong per tanaman menjadi sangat berkurang, sehingga hasil per hektarnya menjadi rendah, (b) ruas batang tumbuh lebih panjang sehingga tanaman kurang kokoh dan mudah roboh, (c) benih yang dibutuhkan lebih banyak dan (d) penyiangan sukar dilakukan.
Penentuan jarak tanam pun menjadi faktor penentu keberhasilan dalam budidaya tanaman. Jarak tanam akan menentukan populasi tanaman per satuan luas dan secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi pertumbuhan dan hasil baik secara kuantitas maupun kualitas. Selama ini penelitian-penelitian mengenai jarak tanam kedelai sudah banyak dilakukan, namun penggunaan jarak tanam optimal pada tanaman kedelai dalam sistem tumpangsari dengan jagung belum ada rekomendasi yang pasti. Oleh karena itu, masih perlu dilakukan penelitian lanjutan dalam upaya peningkatan hasil kedelai di Indonesia.
B. Hipotesis
Berdasar pada landasan pemikiran, maka dalam penelitian ini dapat diajukan beberapa hipotesis sebagai berikut : 1. Terdapat genotip kedelai yang pertumbuhan dan hasilnya tinggi, 2. Jarak tanam yang berbeda di lahan pasir pantai berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi genotip kedelai, 3. Terdapat satu jarak tanam yang memiliki daya pertumbuhan dan hasil paling tinggi.
III. METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian akan dilaksanakan di lahan pasir desa Sidoardjo Kecamatan Puring, Kabupaten Kebumen dengan ketinggian tempat 0-5 m dpl. Jenis tanah di lahan pasir pantai adalah tanah regosol. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juli 2010 sampai bulan Oktober 2010.
B. Bahan dan Alat
1. Bahan
a. Benih kedelai tiga kultivar (burangrang, agromulyo, grobogan) dan tiga galur (L/S:B6-1, L/S:B6-3, L/S:B6-4)
b. Tanah regosol pantai
c. Pupuk kandang sapi
d. Pupuk N (Urea), P (TSP), K (KCl)
e. Pestisida
2. Alat
a. Cangkul
b. Timbangan elektrik
c. Kantong plastik
d. Oven
e. Gembor
f. Alat tulis
g. Kertas label
h. Penggaris/ meteran
i. Dan lain-lain.
C. Rancangan Percobaan
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental (percobaan lapangan), dengan faktor yang akan diuji yaitu:
1. Faktor yang dicoba, meliputi:
a. 6 genotip kedelai, yaitu:
1) G1 = galur L/S:B6-1
2) G2 = galur L/S:B6-3
3) G3 = galur L/S:B6-4
4) G4 = kultivar Burangrang
5) G5 = kultivar Grobogan
6) G6 = kultivar Agromulyo
b. Pengaturan jarak tanam terdiri dari 3 jarak, yaitu:
1) J1 = 40 x 10 cm
2) J2 = 40 x 20 cm
3) J3 = 40 x 30 cm
kombinasi perlakuan yang terjadi adalah:
J1G1 J1G2 J1G3 J1G4 J1G5 J1G6
J2G1 J2G2 J2G3 J2G4 J2G5 J2G6
J3G1 J3G2 J3G3 J3G4 J3G5 J3G6
Perlakuan yang dicoba terdiri dari kombinasi antara 6 genotip dan 3 jarak tanam yang berbeda, sehingga terdapat 18 kombinasi dengan tiga kali ulangan. Petak percobaan terdiri dari petak utama (9,5m x 8m) dan petak terbagi (3m x 4m).
2. Rancangan percobaan
Percobaan menggunakan Rancangan Petak Terbagi (RPT), yang disusun secara faktorial dengan dua faktor dan tiga ulangan. Jarak tanam sebagai petak utama dan kultivar dan galur sebagai anak petak.
D. Variabel yang Diamati
Pengamatan pertumbuhan tanaman kedelai dimulai pada saat tanaman berumur 3 minggu sampai tanaman dipanen. Variabel yang diamati:
a. Tinggi tanaman (cm)
Pengukuran dilakukan dari titik tumbuh kotiledon sampai dengan titik tumbuh daun paling atas menggunakan penggaris, dilakukan setiap 2 minggu sekali mulai tanaman berumur 3 minggu sampai ketinggian tanaman tetap.
b. Bobot kering Tanaman (g)
Bobot brangkasan kering ditimbang dengan timbangan elektrik setelah seluruh bagian tanaman dikeringkan dalam oven pada suhu 70 0 C selama 2 hari atau sampai kering mutlak.
c. Bobot biji per tanaman (g)
Bobot biji per tanaman merupakan bobot biji total pada setiap tanaman. Perhitungan dilakukan setelah panen.
d. Jumlah polong per tanaman (buah)
Jumlah polong dihitung setelah tanaman dipanen berdasarkan semua polong yang ada pada tanaman.
e. Jumlah polong isi per tanaman (buah)
Jumlah polong isi dihitung berdasarkan semua polong yang berisi pada tanaman.
f. Jumlah cabang produktif per tanaman
Jumlah cabang yang menghasilkan polong per tanaman.
g. Jumlah biji per tanaman (buah)
Hasil biji per tanaman dihitung berdasarkan hasil biji yang ada pada tanaman.
h. Bobot 100 biji (g)
Bobot 100 biji diamati setelah panen dengan cara menimbang 100 biji yang sudah dikeringkan dalam oven pada suhu 700 C selama 2 hari (kadar air 14%) dan dihitung per petak tanaman.
E. Analisis Data
Data yang diperoleh diuji dengan analisis ragam (uji F) pada taraf nyata 5%. Untuk mengetahui perbedaan diantara perlakuan dilanjutkan dengan menggunakan Duncan’s Multiple Ranger Test (DMRT)
F. Pelaksanaan Penelitian
1. Persiapan lahan
Lahan yang akan digunakan disemprot menggunakan herbisida sistemik, lalu didiamkan selama lebih kurang 1 minggu sampai gulma kering dan mati kemudian diukur untuk menentukan petak percobaan.
2. Pengolahan tanah
Pengolahan tanah dilakukan dengan cara di traktor sedalam lebih kurang 25cm. Petak percobaan dibuat langsung setelah pengolahan tanah, dengan ukuran 8 m x 9,5 m sebanyak 9 petak sebagai petak utama. Antar petak utama dipisahkan dengan saluran selebar 30 cm, sedangkan jarak antar blok selebar 50 cm.
3. Penanaman
Penanaman dilakukan dengan cara dibuat lubang tanam terlebih dahulu, dengan jarak tanam kedelai sesuai dengan perlakuan (40 x 10 cm, 40 x 20 cm, dan 40 x 30 cm). Kedalaman penanaman benih antara 2 cm sampai 5 cm (Adisarwanto, 2005). Masing - masing lubang diisi 3 biji.
4. Persiapan Benih Kedelai
Benih kedelai dipilih berwarna kekuning-kuningan dan bentuknya mulus, benih yang sudah siap di simpan rapat dan tertutup sebelum ditanam.
5. Pemupukan
Pemupukan dilakukan dengan menggunakan pupuk kandang sapi dengan dosis 10 ton/ha diberikan pada saat sebelum tanam, 50-100 kg Urea, 50-100 kg SP36 dan 50-75 kg KCl dan pupuk yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pupuk Phonska yang mempunyai kandungan NPK lengkap (perbandingan N:P:K yaitu 15:15:15) dengan dosis 300 kg per ha
6. Pengamatan
Pengamatan dilakukan sesuai dengan ketentuan, yang meliputi pengamatan Tinggi tanaman, bobot kering tanaman, bobot biji kering per tanaman, jumlah polong per tanaman, jumlah polong isi per tanaman, luas daun, jumlah cabang produktif, jumlah biji per polong, dan bobot 100 biji kering.
G. Jadwal Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juli 2010 sampai dengan bulan Oktober 2010 dengan alokasi kegiatan disajikan pada tabel dibawah ini:
Jenis Kegiatan | Bulan | |||||
1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | |
Persiapan | **** | |||||
Pelaksanaan | * | * | * | |||
Pengambilan data | * | * | * | |||
Analisis data | * | |||||
Penyusunan laporan | * |
* : minggu
DAFTAR PUSTAKA
Abdurachman, A., A. Dariah, dan A. Mulyani. 2008. Strategi dan teknologi pengelolaan lahan kering mendukung pengadaan pangan nasional. Jurn. Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 27, Nomor 2, 2008. Badan Litbang Pertanian. ISSN 0216-4418. pp 43-49.
Adisarwanto, T. 2005. Kedelai. Penebar Swadaya, Jakarta. 107 p.
Azwir dan A. Tanjung. 1991. Penampilan Sifat Agronomis, Hasil, dan Komponen Beberapa Galur Kedelai Lahan Kering Masam. Penelitian Tanaman Semusim, 1991. Balai Penelitian Tanaman Pangan, Bogor.
BPTP Sumut. 2003. Uji Adaptasi Varietas Kedelai di Lahan Kering (On line) http://sumut.litbang.deptan.go.id/ind/index.php/component/content/article/15-benih/41-uji-adaptasi-varietas-kedelai-di-lahan-kering. Diakses 7 Februari 2011.
Kartowinoto, S. 1991. Peranan Plasma Nutfah Kedelai dalam Pembangunan Pertanian Berkelanjutan. Hal 1309-1314. Dalam Suhendi, I. Hartana, H. Winarto, R. Palupi, dan S. Mawardi (Eds). Prosiding Simposium Pemuliaan Tanaman III. PERIPI Komisariat Daerah Jawa Timur. Jember.
Majalah Poultry Indonesia. 2008. Ketahanan Pangan Target dan Realisasinya (On-Line). www.poultryindonesia.com diakses 20 Juni 2010.
Ofong, L. 2002. Menuju Ketahanan Berkelanjutan di NTT (On-Line). http://www.ntt-academia.org/WP2-Ofong-11-2007.pdf diakses 20 Juni 2010.
Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, 2001. Atlas Arahan Tata Ruang Pertanian
Nasional. Skala 1 : 1.000.000. Puslittanak, Bogor.
Rahayu, M., L. Wirajaswadi, dan A. Hipi. 2007. Peningkatan Produktivitas Kedelai Melalui Pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) di Kecamatan Kempo, Kabupaten Dompu (online). http://72.14.235.132/search?q =cache:O9nj2emgjrIJ:ntb.litbang.deptan.go.id/.
Sinar Harapan. 2003. Swasembada Kedelai dan Jagung Masih Sebatas Mimpi.Sinar Harapan, Indonesia.http://www.sinarharapan.co.id/ekonomi /industri/2003 /1015/ ind1. html diakses 20 Juni 2010.
Subagyo, H.N., Suharta, dan A.B. Siswanto, 2000. Tanah- Tanah Pertanian di Indonesia hlm 21-65 dalam Sumberdaya Lahan Indonesia dan Pengelolaannya, Puslittanak, Bogor.
Subandi,J. Triastoro, E.Budi Santoso, dan A. Banualim, 1998. Metode Penanaman Legum Pakan pada Lahan Kering bersolum dangkal di DAS Kambaneroe, Kab. Sumba Timur, dalam Agus et al (eds). Alternatif dan Pendekatan Implements Teknologi Konservasi Tanah. Pros. Lokakarya Nas. Pembahasan Hasil Penelitian Pengelolaan DAS. 27-28 Oktober 1998. Puslittanak. Bogor pp 351-373.
Sudjudi, S. Untung dan A. Gaffar. 2005. Keragaman Agronomis Beberapa Varietas Unggul Baru Kedelai pada Lahan Sawah di Lombok (online). www.unsjournals.com/D/D0402/D0402pdf/D040210.pdf.
Sumarno. 1985. Teknik Pemuliaan Kedelai. Hal. 243-261. Dalam : S. Somaatmaja, M. Ismunadji dkk (Eds). Kedelai. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor.
Sutanto, R. 2002. Pertanian Organik (MenujuPertanian Alternatif dan Berkelanjutan). Kanisius. Jakarta.
Tim Balai Penelitian Tanah. 2002. Rekomendasi Pemupukan Tanaman kedelai pada Berbagai Tipe Penggunaan Lahan (online). www.bdpunib.org/jipi/artikeljipi/2002/97.PDF.
Lampiran . Varietas kedelai
ARGO MULYO
Dilepas tahun : 1998
Nomor galur : -
Asal : Introduksi dari Thailand, oleh PT Nestle Indonesia pada tahun 1988 dengan nama asal Nakhon Sawan 1
Daya hasil : 1,5–2,0 t/ha
Warna hipokotil : Ungu
Warna bulu : Coklat
Warna bunga : Ungu
Warna kulit biji : Kuning
Warna hilum : Putih terang
Tipe tumbuh : Determinit
Umur berbunga : 35 hari
Umur saat panen : 80–82 hari
Tinggi tanaman : 40 cm
Percabangan : 3–4 cabang dari batang utama
Bobot 100 biji : 16,0 g
Kandungan protein : 39,4%
Kandungan minyak : 20,8%
Kerebahan : Tahan rebah
Ketahanan thd penyakit : Toleran karat daun
Keterangan : Sesuai untuk bahan baku susu kedelai
BURANGRANG
Dilepas tahun : 1999
Nomor galur : C1-I-2/KRP-3
Asal : Segregat silangan alam, diambil dari tanaman petani di Jember
Seleksi : Seleksi lini murni, tiga generasi asal segregate alamiah
Daya hasil : 1,6–2,5 t/ha
Warna hipokotil : Ungu
Warna bulu : Coklat kekuningan
Warna bunga : Ungu
Warna kulit biji : Kuning
Warna hilum : Terang
Bentuk daun : Oblong, ujung runcing
Tipe tumbuh : Determinit
Umur berbunga : 35 hari
Umur polong matang : 80–82 hari
Tinggi tanaman : 60–70 cm
Percabangan : 1–2 cabang
Bobot 100 biji : 17 g
Ukuran biji : Besar
Kandungan protein : 39%
Kandungan minyak : 20%
Kerebahan : Tidak mudah rebah
Ketahanan thd penyakit : Toleran karat daun
GROBOGAN
Dilepas tahun : 2008
SK Mentan : 238/Kpts/SR.120/3/2008
Asal : Pemurnian populasi Lokal Malabar Grobogan
Tipe pertumbuhan : determinit
Warna hipokotil : ungu
Warna epikotil : ungu
Warna daun : hijau agak tua
Warna bulu batang : coklat
Warna bunga : ungu
Warna kulit biji : kuning muda
Warna polong tua : coklat
Warna hilum biji : coklat
Bentuk daun : lanceolate
Percabangan : -
Umur berbunga : 30-32 hari
Umur polong masak : ± 76 hari
Tinggi tanaman : 50–60 cm
Bobot biji : ± 18 g/100 biji
Rata-rata hasil : 2,77 ton/ha
Potensi hasil : 3,40 ton/ha
Kandungan protein : 43,9%
Kandungan lemak : 18,4%
Daerah sebaran : Beradaptasi baik pada beberapa kondisi lingkungan tumbuh yang berbeda cukup besar, pada musim hujan dan daerah beririgasi baik.
Sifat lain : - polong masak tidak mudah pecah, dan
- pada saat panen daun luruh 95–100%
saat panen >95% daunnya telah luruh
Tidak ada komentar:
Posting Komentar